Pengamat hukum dari Universitas Bung Karno (UBK), Hudi Yusuf, mengatakan, pengusutan kasus kasus judi online yang mencuat di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang menyeret mantan Menteri Kominfo, Budi Arie Setiadi seharusnya tidak sulit jika aparat penegak hukum bekerja secara profesional dan tanpa intervensi.
Menurut Hudi Yusuf, bisnis judol tidak mungkin berjalan tanpa adanya pelindung atau pihak yang menjadi 'beking' di balik layar. Ia merasa janggal apabila hingga kini belum terungkap siapa yang menjadi pelindung utama jaringan kejahatan ini.
“Untuk kasus judol seyogyanya tidak sulit mencari siapa pelindungnya atau yang menjadi 'bemper' dalam bisnis haram itu. Saya yakin APH profesional dalam pekerjaannya, dan terasa aneh apabila belum dapat menentukan siapa yang menjadi 'bemper'. Ini sudah terlalu lama untuk hal yang biasa saja,” kata Hudi kepada Inilah.com, Jumat (6/6/2025).
Ia juga mengingatkan, dalam banyak kasus, pimpinan instansi kerap melempar tanggung jawab ke bawahan saat tersandung masalah hukum. Hal seperti ini, menurutnya, sudah menjadi pola umum yang terjadi ketika suatu kasus besar dibawa ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Jangan sampai petinggi yang diduga melindungi judol melempar ke bawah tanggung jawabnya dengan merasa dikhianati atau berpura-pura tidak mengetahui apa yang dilakukan bawahan. Ini sering terjadi,” ujarnya.
Hudi menyerukan, agar semua aparat penegak hukum benar-benar menjalankan tugasnya dengan penuh dedikasi, profesionalisme, dan mengedepankan semangat "merah putih" dalam mengungkap kebenaran, tanpa ada "skenario di dalam skenario".
Ia juga mengingatkan bahwa setiap pejabat yang memiliki kewenangan, termasuk menteri, memiliki potensi untuk melakukan penyalahgunaan wewenang.
“Jika jumlah kejahatan itu mencapai triliunan rupiah, maka sebaiknya penyelidikan dilakukan dari atas ke bawah, karena umumnya yang memiliki kewenangan besar adalah pimpinan, bukan bawahan,” ujarnya.
Jalin Pertemuan
Dalam dakwaan, Budi Arie Setiadi disebut sempat melakukan pertemuan dengan dua terdakwa yakni Zulkarnaen Apriliantony dan Adhi Kismanto di rumah dinas menteri komplek Widya Chandra, Kebayoran Baru, Senayan, Jakarta Selatan pada 19 April 2025.
"Pada tanggal 19 April 2024 Terdakwa II Adhi Kismanto menerima informasi bahwa Menteri Kominfo memberikan arahan untuk tidak melakukan penjagaan website perjudian di lantai 3," ucap jaksa membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/5/2025) lalu.
Setelah pertemuan di Widya Chandra, Budi Arie memberi persetujuan kepada Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony dan Terdakwa II Adhi Kismanto untuk pindah kerja di lantai 8 bagian pengajuan pemblokiran.
Masih pada April 2024, Terdakwa II Adhi Kismanto dan Samsul kembali bertemu dengan Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony di Per Grams Crafted Grill & Smoke, Kebayoran Baru Jakarta Selatan.
Pada pertemuan tersebut Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony menyampaikan bahwa penjagaan website perjudian sudah diketahui Budi Arie Setiadi.
"Namun Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony sudah mengamankan agar penjagaan website perjudian tetap dapat dilakukan karena Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony merupakan teman dekat saudara Budi Arie Setiadi," ucap Jaksa.
Selanjutnya Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony, Terdakwa II Adhi Kismanto, Terdakwa III Alwin Jabarti Kiemas, dan Terdakwa IV Muhrijan alias Agus bersepakat untuk melakukan penjagaan website perjudian dengan tugas masing-masing.
Terdakwa I Zulkarnaen Apriliantony menjadi penghubung dengan Menteri Kominfo saat itu Budi Arie Setiadi, Terdakwa II Adhi Kismanto bertugas melakukan penyortiran atau pemilihan atas website judi online yang telah diinput dalam googlesheet untuk dikeluarkan dari daftar website perjudian yang akan diblokir.
Adapun Terdakwa III Alwin Jabarti Kiemas bertugas sebagai bendahara yang mengatur pembagian uang hasil penjagaan website perjudian dan Terdakwa IV Muhrijan alias AGUS bertugas sebagai penghubungan dengan agen website perjudian yaitu saksi Muchlis Nasution dan saksi Deny Maryono.
Pola Pengamanan Situs Judol
Dalam dakwaan yang sama, Budi Arie juga disebut meminta jatah 50 persen dari hasil praktik pengamanan situs judol.
Para terdakwa dalam kasus ini adalah Zulkarnaen Apriliantony, Adhi Kismanto, Alwin Jabarti Kiemas, dan Muhjiran alias Agus. Dalam dakwaan, jaksa menyebut bahwa Budi Arie meminta Zulkarnaen mencarikan orang untuk mengumpulkan data situs judol. Zulkarnaen lalu memperkenalkan Adhi Kismanto, yang meski tidak memiliki gelar sarjana, tetap diterima bekerja atas atensi langsung menteri.
Adhi disebut terlibat dalam penyaringan daftar pemblokiran situs, agar situs yang telah membayar tidak ikut diblokir. Praktik ini melibatkan beberapa pegawai internal dan pihak eksternal, dengan pembagian keuntungan yang disebut menjadikan Budi Arie sebagai penerima terbesar.
“Terdakwa dan para pelaku sepakat membagi hasil. Sebesar 50 persen diberikan kepada Menteri Kominfo Budi Arie Setiadi,” bunyi surat dakwaan.
Zulkarnaen juga disebut kerap menggunakan kedekatannya dengan Budi Arie untuk meyakinkan pihak lain terkait keamanan praktik tersebut.
“Saya teman dekat Pak Menteri,” tutur Zulkarnaen kepada salah satu terdakwa lain, sebagaimana tertuang dalam dakwaan.
Ketika praktik sempat terhenti pada April 2024, Zulkarnaen disebut menemui Budi Arie di rumah dinas Menkominfo di kawasan Widya Chandra, Jakarta, untuk meminta restu melanjutkan praktik. Permintaan tersebut disebut disetujui.
“Terdakwa kemudian menemui Menteri Budi Arie Setiadi di rumah dinas Widya Chandra dan mendapatkan restu untuk melanjutkan praktik,” bunyi dakwaan.
Dalam dakwaan juga disebutkan bahwa situs yang diamankan dari pemblokiran mencapai lebih dari 10 ribu, dengan perputaran dana mencapai puluhan miliar rupiah.
Menanggapi dakwaan tersebut, Budi Arie membantah keterlibatannya dalam praktik pengamanan situs judol. “Itu adalah narasi jahat yang menyerang harkat dan martabat saya pribadi. Itu sama sekali tidak benar,” ujar Budi Arie dalam pernyataan tertulis, Senin (19/5/2025).
Sumber: inilah
Posting Komentar